Aktivis Dakwah, Kah?

ImageMereka bilang kita aktivis. Aktivis dakwah. Jilbab lebar, celana ngatung, dan berbagai sebutan lainnya. Ya, itulah identitas kami, para aktivis dakwah. Yang selalu berkoar-koar untuk berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Ya, itulah kami. Yang tak pernah absen syuro –rapat- untuk membicarakan agenda-agenda dakwah selanjutnya. Yang di notes handphone nya sudah berjejal deadline-deadline yang menanti. Yang hatinya selalu bercahaya karena Al-Qur’an. Yang wajahnya bersinar karena air wudhu. Itulah kami. Yang senantiasa berusaha menjalankan syariat Allah secara kaffah. Yang begini.. dan begitu..

Lantas, ada apa dengan para aktivis dakwah? Ada yang salahkah?

Agak berat untuk bicara ini. Sangat berat bahkan. Suatu ketika ada salah seorang teman kampus yang mengajak saya diskusi. Mengenai Islam. Mengenai kami, aktivis dakwah. Awalnya lancar. Mungkin ada indikasi ia ingin belajar tentang agama lebih dalam. Di tengah pembicaraan, ia tiba-tiba ingin membicarakan tentang hubungan antara ikhwan dengan akhwat. Agak mencengangkan bagiku. Karena menurutku, ia bukan orang yang suka membicarakan hal-hal seperti ini.

Dia menanyakan tentang batasan hubungan antara ikhwan dengan akhwat. Ia bertanya tentang cara ta’aruf yang sebenarnya itu yang seperti apa.

“Temen-temen aku tuh jadi pada gak respect sama anak-anak R***S. bilangnya gak mau pacaran. Bilangnya mau ta’arufan. Tapi tetep telpon-telponan, tetep sms-an. Tetep aja gitu Naj kayak kita yang masih biasa gini. Ta’aruf kan artinya kenalan ya Naj? Kalo udah sering sms-an, telpon-telponan apalagi jalan bareng mah gak usah pake ta’aruf kali ya Naj? Trus ngapain dong orang-orang yang kayak gitu masih berselimut di balik nama dakwah? Kan kasian R***S nya nanti malah dicap jelek.”

“Ya sebenernya sih aku gak mempermasalahkan ya Naj. Aku bilang ke temen-temen aku, ya udah sih. Itu hak nya mereka. Terserah mereka mau ngapain juga. Tapi ya temen-temen aku tetep aja sama pendirian awalnya Naj. Gak respect.”

Rabbiiii… itu tuh kayak lagi denger petir di siang bolong. Bingung musti jawab apa ke temen saya itu. Akhirnya, saya kasih senyuman dulu.. 🙂 padahal mah hatinya berkecamuk.

Lalu aku jawab sebisanya saja. Tentang ta’aruf.. tentang hubungan ikhwan-akhwat. Tentang …. Ah,, bahkan teman ku itu tau siapa objek nya.. Dia menyebutkan siapa yang ia maksud. Kok bisa? Katanya.

Malam pun berlalu. Setelah diskusi itu, dia izin pamit. Aku langsung membuka laptopku, dan ku cari mesin pencarian itu : Google. Search: Munakahat.

Kenapa munakahat ya yang dicari? Mungkin salah satu solusinya ini. Tapi tunggu dulu tunggu dulu… 

Setelah searching, malah dapat kata-kata seperti ini:

 “Pernikahan macam apa yang akan dibangun bila keduanya membiasakan diri tumbuh dalam ketidakresmian secara agama (Pacaran)? Lalu, apa dasar rumah tangga nantinya?”

Hemm.. satu kata-kata super jleb yang gak tau mau di share ke siapa. Akhirnya, di masukin aja ke artikel ini.

Katanya lagi…

Rumah tangga bukan sejenis rumah kost dengan penghuni dua orang, melainkan dua jiwa yang mencari keselarasan untuk menciptakan satu warna : warna keluarga  ; ada pekerjaan untuk menjaga ikatan yang telah dipertautkan dengan kalimat Allah.

 -Moh. Fauzil Adhim-

Betul banget tuh. Rumah tangga itu bukan sebuah urusan yang sepele. Kompleks. Bukan sekedar seperti sejenis rumah kost. Bukaaaaaan…. Ada banyak hal yang harus ditekuni. Untuk memberikan warna satu sama lain. Nah, karena rumah tangga itu tidak seperti kosan, maka yuk sebelum kita berumah tangga,, kita perbaiki dulu menejemen kosan kita. Biar nantinya juga mudah untuk me-menej rumah kita nanti… ayo yang kosannya masih kayak kapal pecah… dirapihin dulu… Malu tuh .. Sama Allah.. hehe 😀

“Sudah sepantasnya kita malu pada Allah Tentang rasa cinta yang tak halal untuk dirasa,

Tentang angan yang tak pantas dibayangkan

Karena semua itu adalah sebuah pengkhianatan padaNya dan juga seseorang yang kini sedang menjaga hatinya untukmu.”

“Ketahuilah disana ada insan yang setia menundukkan pandangannya, yang menghijab hatinya, yang menunggu dengan mengisi harinya penuh doa terbaik untukmu.

Ia tak pernah inti mengenalmu sebelum halal atasmu Karena dengan itu ia menjagamu.

Maka dengarkanlah wahai saudaraku, tak inginkah kau menghargainya dengan berbuat seperti apa yang ia perbuat untukmu? Menundukkan hati dan pandanganmu untuknya sampai tiba saatnya”

Hehe.. yang ini lebih serius nih..

Menanti hanya teori yang terlihat begitu mudah, tapi faktanya nggak semudah membalikkan telapak tangan. Wajar kok, kalau setiap insan merindukan pendamping, menanti-nanti saipakah yang akan menjadi jodoh seumur hidupnya. Hanya saja akan menjadi nggak wajar ketika sebuah penantian menjadi bagian dari sebuah permainan.

Permainan dua insan yang belum halal saling menanti dalam ketidakpastian, karena katanya cinta, katanya sayang, katanya dan katanya lagi dengan berbagai alasan, jadi nekat untuk tetap berjalan di lorong yang nggak pernah tahu dimana dan kapan sampai ujungnya. Dan kamu tahu, bagian ini lah yang paling disukai syetan.

Karena dianggap saling menanti, pacaran berbungkus ta’aruf pun jadi, maksiat sudah nggak pernah dianggap lagi, pokoknya terobos halang rintang sekalipun melanggar syariat. Syetan tengah bekerja begitu mudahnya karena hatimu sudah nggak ada pelindungnya. Yang penting menyenangkan, padahal kamu nggak pernah tahu apa yang akan menantimu di depan.

Benarkah jodohmu adalah dia yang kamu nantikan, setelah sekian lama kamu hanya saling sapa dengan obrolan sok manis, sok perhatian. Sayangnya, banyak dari mereka hanya ingin menggoda saja, bahkan cuma ingin menunjukkan kehebatan mereka dalam takluk menaklukkan. Dan bisa saja kamu menjadi salah satu korbannya.

Mendingan kamu menantikan jodoh pilihan Allah Subhanahu Wa Ta’ala daripada hanya menantikan ketidak pastian, iya kalau dia ternyata jodohmu, kalau bukan? Penantian panjang yang sia-sia kan? Bersabarlah cantik,penantianmu tak akan pernah sia-sia jika kau pasrahkan pada-Nya… Okey ? ^^

Leave a comment