Cinta…Cinta…Rumit Banget Sih!

“Kamu nggak pernah tau kalau selama ini di sepertiga malam terakhirku, aku selalu menyebut namamu dalam untaian doaku.”

“Kamu ngga pernah tau kalau aku selalu menyebut namamu dalam gelap malam.”

 

“Padahal seharusnya, aku menyebut namamu dalam terang matahari.”

Bukan bukan. Itu bukan kata-kata Najma. Itu kata-kata Azzam kepada Kalila tadi pagi dalam sinetron Para Pencari Tuhan. Serial Ramadhan paling Oke sepanjang per-sinetronan Indonesia. (Harus dapet Royalti nih !! ^^)

Hm.. Lagi-lagi…

Lagi-lagi itu..

Satu hal yang tidak pernah habis dimakan sejarah. Satu hal yang tidak pernah mati oleh waktu. Satu hal yang tidak pernah selesai dibicarakan.

Itulah. Yah, sebutlah sendiri apa itu. Toh kalian punya cara pandang tersendiri kan terhadap artikel-artikel yang saya tulis. Silakan interpretasikan.

Apakah hal itu akan kalian sebut cinta, atau ayah, ibu, saudara, kakak, adik, bintang, atau bahkan mungkin pelangi.

Apapun.

Namun di sini, dalam konteks pembicaraan antara Azzam dan Kalila, tentu saja kemungkinan pertama yang akan muncul : CINTA.

Pada raut wajah yang meyakinkan, pada hela nafas yang teramat berat, pada pandangan mata yang menyejukkan, semua itu bermuara pada satu kemungkinan : CINTA.

Ah, Rabbi Yang Maha Mencintai…

Bahkan ilmu kami tentang cinta itu pun masih semu. Belum sanggup kami mengartikan cinta dalam hal-hal yang syar’i.

Bahkan kalian tau Kalila itu siapa? Kalila itu sahabat Aya, yang dulu hampir menikah dengan Azzam, namun tidak jadi lantaran Kalila saat menjelang ijab qabulnya dengan Azzam berkata sambil menangis tersedu, “Ada yang lebih berhak untuk memiliki Azzam. Ada yang lebih berhak… Dan itu bukan Kalila….”

Fine. Serial Ramadhan itu, pada episode-episode selanjutnya akhirnya menawarkan cerita romantis dua anak manusia itu: Aya dan Azzam.

Akhirnya mereka menikah. Dengan segala ke-ikhlasan Kalila. Dengan segala ke-keraskepalaan Aya pun dengan ke-romantisan Azzam.

Melebur menjadi satu bernama CINTA.

Tapi justru itu yang salah. Itu yang salah.

Kalila tidak seharusnya masih menaruh hati pada lelaki itu, Azzam. Seharusnya Kalila cepat-cepat memangkas bunga yang sudah terlanjur tumbuh indah di taman hatinya. Seharusnya… Ah, seharusnya….

Mudah sekali kami bicara seharusnya. Toh yang membuat sinetron itu agar ratting nya naik ya sutradara, bukan kami!

Oke-oke, kembali kepada, cinta yang salah.

Iya, seharusnya memang seperti itu. Namun entah, entah apa itu. Semua itu bagaikan api yang meluluhlantakkan kota-kota. Sempurna luluh.

Padahal bisa jadi dan sangat mungkin terjadi, Kalila pasti berusaha sekuat tenaga untuk memangkas bunga-bunga liar itu. Pasti.

Pun mungkin juga ia telah merasa kesulitan, karena akar-akarnya terlanjur menancap ke lapisan bumi paling bawah.

Ah kalau sudah seperti ini, mau diapakan?

Mencintai tanpa memiliki? Ah, omong kosong itu semua. Mana mungkin ada dua anak manusia saling mencintai tapi salah satunya merugi! (hehe, bahasanya!)

Jadi, jadi bagaimana? Apa yang seharusnya dilakukan?

Meminta salah satunya untuk membenci sepenuh hati, oposisi dengan perasaannya terdahulu.

Melangkah pergi. Sejauh mungkin.

Tetap setia menjadi seorang istri yang mencintai setulus hati.

Yah mungkin itulah.. Apalah itu.. Mungkin cerita ini satu dua mirip dengan cerita kalian. Satu dua bahkan sama persis.

Kalian pun boleh menyelesaikannya dengan cara kalian sendiri. Memilih mana yang kiranya baik. Mana yang tidak. Atau memilih untuk poligami saja?

Ah, untuk yang satu itu saya tidak mau ikut campur. Terserah saja lah. Saya hanya mampu berdoa semoga itu yang terbaik.

Cinta… cinta… Rumit banget sih!

2 thoughts on “Cinta…Cinta…Rumit Banget Sih!”

Leave a reply to najma shalihah Cancel reply