KKN #1

jadi ceritanya, saya mau cerita tentang KKN. tapi maaf belum ada fotonya T.T masih ada di laptop temen. huks. 

hari ini berarti udah hari ke 14 sejak 16 Januari lalu. berbagai cerita dari sedih, bahagia, haru, canda, seeemuaaanyaa terrangkum sepaket di folder KKN di sekerat hati ini. #uhuy. berhubung KKN nya belum selesai, berarti ceritanya juga baru setengah :). Btw, ini ga nyangka aja udah 2 minggu aja KKN nya ya. ga kerasa. rasanya pingin diperlama lagi KKNnya. haha. tapi harus sama mereka~

oke, fokus ya. jadi, saya KKN di Desa Medayu, Kecamatan Watukumpul, Kabupaten Pemalang. You know? That’s the best place that I’ve ever lived. Bayangin ya, itu Desa masih asri nya minta ampun, bisa lihat gunung dan bukit-bukit di sekitarnya, udara nya masih sepoi amboi, pemandangan-pemandangan sekitar pun ga ada yang bisa ngalahin! pernah lihat batu segede rumah? nah, ke watukumpul deh, di sana bisa lihat banyak batu segede rumah. namanya juga watukumpul, artinya tempat dimana para batu berkumpul. jalanannya batu-batuan semua. sebelas duabelas lah sama jalan dakwah. berlubang, berbatuan, nanjak curam, turun curam, dan semuanya dihiasi dengan bebatuan, keras dan berat. tapi siapa sangka, perempuan ini, yang katanya tidak sekuat perempuan lain pun bisa melewati jalanan itu dengan izin Allah, yaa meskipun dulu pernah jatuh sekali 😛 

nah jadi gini, kemarin pas tanggal 16 itu kita sekelompok bagi-bagi tugas. ada yang ke atas (tlagasana), ada yang ke kecamatan, sama ada yang ke dinas plus nyebar proposal. saya, kebagian yang ke dinas plus nyebar proposal. alhasil saya pun merasakan bagaimana kota pemalang itu sesungguhnya :D. oya, saat itu saya satu tim sama intan, kak Dian, sama Oky juga sang Kormades. setelah hampir 4 jam ada di pemalang, saya pun segeralah ingin pulang ke posko. sudah amat merindukan kakak-kakak yang lain. ternyata oh ternyata, kak Dian yang terhormat itu ngajakin kita jalan lewat Pantura. meeen, itu pertama kalinya lewat jalan begituan dengan truk dan bus besar dimana-mana. rasanya pingin nangis aja yang kenceng trus ngibarin bendera putih bilang kalo saya menyeraaaah, pengen lewat jalan laen aja. tapi ternyata memang itu jalan yang lumayan cepat menuju desa kami. setelah melewati pantura itu, akhirnya kami masuk juga ke jalanan biasa, masih biasa banget loh ya, belum kayak watukumpul gitu. pun itu masih belum di daerah watukumpul, saat itu kami ada di kecamatan bodeh kalau ngga salah. nah di sana, dekat pasar, dekat lapangan kecil, dekat rumah-rumah pinggir jalan, saya kendarai si Michan (mio saya) dengan santai tapi gak kayak di pantai. yaa paling cuman 40-50 km/jam. lalu tiba-tiba di depan saya ada seorang bocah laki-laki yang tiba-tiba lari ingin menyebrang jalan itu. saya pun kaget dan tertamparlah pipi anak itu dengan stang kiri si Michan. jatuh terduduklah ia, dan saya juga intan pun oleng dan akhirnya jatuh 1 meter dari tempat kejadian. Intan bangun lebih dulu. saya masih merasa lelah tak bertenaga dan pingin tiduran yang lama aja dijalanan. oh iya untungnya saya jatuhnya di pinggir :”. pertolongan Allah banget deh saat itu. dan saat itu saya pake baju super tebel, plus jaket, plus helm, plus masker, jadi Alhamdulillah juga ga ada yang luka, kecuali pergelangan dan jari-jari tangan kiri, khususnya si jari tengah yang imut-imut yang bahkan sampai saat ini pun masih nyeri tak terkira kalau kepentok sesuatu :|. nahloh, si bocah itu kenapa? nah sejurus kemudian dengan kekuatan Allah, saya pun bangkit dan masih sempat mengelus rambut anak itu yang mulutnya dipenuhi darah dan saya juga masih sempat berkata konyol pada anak itu, “sakit ya dek? maafin kakak ya dek.. T.T”

namun si bapak dari sang bocah pun tak tinggal diam. ia ambil kunci motor dari tangan saya yang mulai melemah dan ia pindahkan motor saya ke halaman rumahnya. seketika beliau dan istrinya pun menaiki salah satu motor yang ada di sana untuk membawa sang anak ke puskesmas terdekat. saat itu saya masih belum tau bagaimana keadaan anak itu sesungguhnya. lepas sang korban pergi, saya pun kembali terduduk di atas Michan sambil melihat handphone saya, yang rupanya ada 5 panggilan tak terjawab dari mama, sekian dari umi, dan beberapa sms. seketika saya pun menangis sambil merebahkan kepala saya di atas Michan. ternyata begitu banyak yang mengkhawatirkan saya hari itu. mungkin mama dan umi memiliki firasat sesuatu terhadap anaknya ini. ah iya, saat itu motor yang dikendarai Kak Dian sama Oky udah melesat jauh. dengan sisa-sisa tenaga yang saya punya, saya pun berusaha menelfon mereka, dan meminta mereka berbalik arah. sesampainya mereka ditempat kejadian, datanglah seorang Ibu paruh baya yang sungguh perawakannya mirip banget sama mamah T.T saya sungguh-sungguh seperti melihat mamah bertanya apa saja bagian tubuh saya yang sakit, melihat saya dengan mata sayu penuh cintanya, menggendong tas ransel saya, menuntun jalan saya supaya seimbang, dan saya pun terus berusaha menghadirkan seutas senyum padanya yang baik hati itu, yang sangat mengingatkan saya tentang mamah saat itu. Ibu itu, yang biasa dipanggil Bu Haji, mengajak saya ke rumahnya. untuk beristirahat. beliau beserta keluarga besarnya begitu amat sangat menyambut saya dan teman-teman dengan hangat. sampai sang ibu memanggilkan tukang urut supaya otot-otot di tubuh saya tidak lagi tegang. disana, saya ditemani Oky. Kak Dian mengurus sang bocah laki-laki itu bersama Intan. saya hanya tiduran di sofa sambil meracau bilang kalau tangan saya sakit. sungguh-sungguh sakit.

Umi, teman-teman di posko, dan tuan hebat itu begitu khawatir dengan keadaan saya. tapi sampai detik ini, saya belum juga kasih kabar ke mamah tentang hal itu. sungguh-sungguh ga mau bikin mamah khawatir T.T waktu itu mamah yang telfon pertama kali, tanya keadaan, ngomongin KKn, bla bla bla~ sampe akhirnya mamah ngomelin saya karena beliau mengira saya flu (padahal saat itu saya nangis, makannya suara nya jadi bindeng) — jadi beliau minta saya banyak minum air putih dan makan teratur. setelah mama, baru kemudian umi, Kak Bentar, Kak Othe, dan tuan hebat ngehubungin satu persatu. bener-bener rasanya pingin nangis terus. ngerasa bersalah karena urusannya jadi ribet, trus jadi ngeribetin semua temen-temen di posko, dan beragam pikiran lainnya. sampai akhirnya tibalah telfon dari si tuan hebat yang selalu berusaha menenangkan hati yang tidak tenang. yang tak berpesan macam-macam, yang berkata halus dan sopan, yang menghadirkan senyuman setelah tangisan. umi pun demikian. umi bahkan setiap 2 jam sekali telfon. dan diawali dengan, “gimana tangannya amah?” dan saya hanya berkata lirih, “udah baikan umi..” padahal saat itu lagi diurut sambil teriak-teriak :D. senengnya dapet perhatian dari mana-mana :” 

oh iya lanjut. nah akhirnya si Kak Dian sama Intan balik ke rumah si Ibu baik. tapi udah cukup sore. sekitar jam 5. alhasil, kami pun dilarang pulang ke posko dan diminta untuk beristirahat dulu di rumah itu. kabar tentang anak itu, anak itu giginya harus dicabut, jadi mereka nemenin anak itu ke rumah sakit, sekaligus rontgen khawatir kepalanya kenapa-kenapa. tapi Alhamdulillah semuanya baik, dan bapak juga si ibu dari anak pun sudah bersikap baik. sebenernya saya agak penasaran kenapa sang bapak sampai semarah itu, selain karena anaknya sudah tertabrak oleh saya. ternyata keluarga bapak itu bukan termasuk golongan mampu. mereka tinggal dalam sepetak rumah dengan lantai tanah, penerangan seadanya, dengan satu kamar tidur, satu kamar mandi, satu televisi, dan beberapa kursi yang diletakkan tak beraturan. sepertinya bapak itu bekerja sebagai teknisi alat-alat elektronik, karena di rumahnya banyak televisi-televisi yang kabel nya menjuntai. dan sepertinya memang, hari itu, pendapatannya belum seberapa. beliau masih berpikir tentang dengan apa ia berikan keluarganya makan, tentang dengan apa ia berikan anaknya uang jajan, tentang dengan apa ia bahagiakan keluarga kecilnya itu. selagi masih berpikir keras tentang hal itu, datang musibah yang menimpa anaknya. sontak saja ia marah. kau tau? sesungguhnya saat itu mungkin sang bapak ingin melirih dan berkata kalau bapak itu tidak mampu dan ingin dibantu biaya rumah sakit dan lainnya. namun ego memang terkadang mengalahkan segalanya. akhirnya hanya raut wajah marah yang ia tampakkan, padahal hatinya selembut sutera. 

saat itu, satu hal yang saya petik hikmahnya, bahwa di dalam harta orangtua yang saya nikmati, memang sebagian ada hak untuk mereka, dan saya hanya sedang diingatkan untuk tetap memposisikan tangan saya agar selalu berada di atas, supaya bisa sama-sama menikmati rizki yang Allah beri :”

6 thoughts on “KKN #1”

      1. Rasa es krim coklat `Magnum Infinity`, ada rasa sedikit pait utk kesedihan, dan rasa manis untuk kebahagian yg tersirat malu2… hahaha.. ngomong apeuuu awak ni??

Leave a reply to fina Cancel reply